Selasa, 29 Agustus 2017

Halia, Pahlawan Daerah yang Terlupakan

KOTABUMI (Lampost.co) -- Agustus  adalah bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 setiap Agustus bangsa ini merayakan kemerdekaannya. Perayaan itu berlangsung baik di tingkat daerah hingga istana Negara.

Segenap rakyat Indonesia pun merayakan kemerdekaan dengan berbagai perlombaan modern hingga tradisional. Sedang di sekolah-sekolah, sebagian siswa mempersiapkan dirinya jauh-jauh hari untuk menjadi pasukan pengibar bendera.

Momen Agustusan tahun ini pun menjadi momen kemerdekaan tak terlupakan bagi seorang putri daerah Kabupaten Lampung Utara yang telah mengharumkan nama daerahnya pada tataran nasional. Ia menjadi salah satu pasukan pengibar bendera dalam formasi delapan di Istana negara.

Dialah Halia Nida Niliantara, seorang siswi kelas XI dari SMAN 2 Kotabumi. Meski telah menjadi pahlawan daerah, mengharumkan nama kabupaten terkenal sebagai Tanah Lado itu ia seolah terlupakan. Saat kedatangannya kembali ke daerah asalnya, jauh dari sambutan meriah seperti daerah lainnya di Lampung ini.

Ia hanya disambut sang kakek, Saleh Ahmad, bersama keluarga di kediamannya yang juga tokoh masyarakat dan pelaku perjuangan zaman kemerdekaan silam. Meskipun demikian, tak menjadikannya patah arang tapi sebagai motivasi diri agar dapat berbuat lebih baik lagi ke depannya.
Menurutnya, apa yang telah diikutinya selama ini menjadi pengibar sang saka merah putih di Istana Negara merupakan pengalaman tak terlupakan baginya. Selain menjadi ajang silaturahmi juga bercerita pengalaman dengan pelajar lain yang berasal dari seluruh Indonesia. (Berita Musik Lainnya)

Halia Nida Niliantara mengaku bangga karena momen itu pun ia manfaatkan untuk mengenalkan Lampung ke rekan sejawatnya di pasukan pengibar bendera pusaka. "Pada kesempatan itulah saya memperkenalkan potensi-potensi dan budaya yang ada di Lampung kepada teman-teman yang berasal dari kabupaten lain se-Indonesia," kata dia menceritakan kisahnya.

Sang kakek, Saleh Ahmad, yang juga ketua LVRI Lampura, mengucapkan selamat datang kepada cucunya, Halia, meski dirasa sedikit pilu. Namun, ia tetap menyemangati cucunya itu agar dapat lebih dewasa menghadapi kehidupan.

Sumber : Lampost.co | SAI 100 FM | Sai 100 FM

APBD Perubahan 2017 Tubaba Diusulkan Naik Rp 8,6 Miliar

PANARAGAN (Lampost.co) -- Pendapatan Daerah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) dalam APBD Perubahan 2017 diproyeksikan mengalami penambahan sebesar Rp8,6 miliar dari Rp836,9 miliar menjadi Rp845,9 miliar.

Penambahan tersebut dikatakan Wakil Bupati Tulangbawang Barat Fauzi Hasan saat menyampaikan nota pengantar KUA-PPAS APBD Perubahan 2017 dalam sidang paripurna di DPRD setempat, Selasa (29/8/2017).

Fauzi menjelaskan pada kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2017, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum perubahan sebesar Rp24,4 miliar setelah perubahan mengalami penambahan sebesar Rp2,5 miliar dan menjadi Rp26,9 miliar.

"Penambahan PAD ini berasal dari penambahan pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah," ujarnya.

Sumber : Lampost.co | SAI 100 FM | Sai 100 FM

Kamis, 24 Agustus 2017

Orang Tua Perlu Berikan Pendidikan Seksual

BANDAR LAMPUNG (Lampost.co) -- Kapan waktu yang tepat untuk mengenalkan anak tentang pendidikan seksual? Ini mungkin agak janggal untuk dijawab para orang tua karena memang keterbukaan soal isu pengenalan edukasi seksual di budaya timur masih menjadi hal yang tabu dan sungkan.

Namun, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur, mengatakan orang tua harus sudah memberikan pendidikan seksual sejak dini kepada anak agar tahu cara menghindar dari orang yang ingin melakukan pelecehan terhadap dirinya.

"Pendidikan seksual pada usia dini sangat penting diberikan oleh orang tua dan guru karena mereka adalah pihak yang banyak melakukan pengasuhan kepada anak," kata Pribudiarta di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, pendidikan seksual yang diberikan kepada anak haruslah disesuaikan dengan usia anak karena pada usia tertentu anak memiliki kondisi psikologis dan fisik yang berbeda. "Misalnya, untuk anak-anak pada usia lima tahun dapat diberikan pendidikan seksual melalui boneka, sehingga anak lebih mudah paham," ujarnya.

Dengan pendidikan seksual itu anak dapat mengerti tentang tubuhnya, apa yang tidak boleh dilihat dan apa yang tidak boleh dipegang oleh orang lain.

Selain membekali anak, orang tua juga perlu menjalin komunikasi dengan anak sehingga dapat mendeteksi masalah yang terjadi terhadap anaknya. "Jadi luangkan waktu setiap hari untuk dapat mengobrol dengan anak sehingga orang tua mengetahui apa yang sudah dialami anak pada hari itu."
Dia mengatakan lokasi kekerasan pada anak biasanya terjadi di tempat anak itu berada, seperti sekolah, rumah, atau tempat bermain, pelakunya pun biasanya orang yang dikenal oleh anak. Untuk itu, dia meminta masyarakat atau komunitas tempat anak itu berada ikut mengawasi dan melindungi mereka. Dia juga meminta masyarakat untuk tidak takut melapor jika terjadi kekerasan terhadap anak.


Sumber : Lampost.co | SAI 100 FM | Sai 100 FM

Ibu Kota Sementara Mesuji yang Terlupakan


MESUJI (Lampost.co) -- Layu sebelum berkembang. Ungkapan tersebut sangat tepat menggambarkan kondisi Desa Brabasan, Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Mesuji, saat ini.
Betapa tidak, desa transmigrasi berjarak 12 km dari jalur lintas timur (Jalintim) Simpangpematang dan 20 km dari lokasi ibu kota kabupaten di Desa Wiralagamulya, Kecamatan Mesuji, itu ketiban rezeki nomplok.

Sebab, awal berdiri Mesuji menjadi daerah otonomi baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 tentang Kabupaten Mesuji, letak kantor-kantor persiapan kabupaten menjadi isu yang sensitif. Di awal-awal kabupaten pemekaran Tulangbawang itu lahir, terjadi tarik-menarik tempat perkantoran sementara untuk menjalankan roda pemerintahan. Opsinya adalah antara Desa Simpangpematang dan Wiralagamulya.

Simpangpematang meski ramai dan fasilitas lengkap tidak menjadi pilihan karena terlalu jauh dari Desa Wiralaga sebagai cikal bakal Kabupaten Mesuji. Demikian juga di Wiralaga, jika dipaksakan juga tidak mendukung infrastrukturnya.

Sebab, situasi politik saat itu dan letak geografis Desa Brabasan, desa yang tidak terlalu ramai itu dipilih menjadi alternatif ibu kota kabupaten, sementara menunggu kesiapan kantor bupati dan gedung DPRD di Wiralagamulya rampung.

Setelah terpilih menjadi ibu kota sementara, desa yang tadinya sepi, mendadak menjadi ramai seperti kota. Hal itu karena semua aktivitas pemerintahan, baik kantor bupati maupun seluruh kantor dinas terpusat di ibu kota Kecamatan Tanjungraya itu.

Pasar yang sebelumnya hanya ada dua kali seminggu, menjadi sibuk setiap hari. Sebab, seluruh pegawai Pemkab beraktivitas dan tinggal di desa tersebut, sehingga aktivitas jual beli meningkat setiap hari. Terlebih usai gajian pegawai.

Belum lagi rumah-rumah penduduk di sekitar Desa Brabasan disulap menjadi kantor-kantor. Begitu juga dengan bangunan indekos menjamur bak cendawan di musim hujan. Ibarat bunga, Desa Brabasan mulai muncul kuntum bunga. Ekonomi bergerak.

Sewa indekos, rumah, dan ruko melejit, mulai dari Rp35 juta untuk rumah dinas bupati, wakil bupati, sekkab, dan perkantoran lain. Untuk indekos mulai dari Rp7 juta—Rp10 juta per tahun.

Sumber : Lampost.co | SAI 100 FM | Sai 100 FM