Rabu, 13 September 2017

ICW: Tidak Ada OTT Recehan

Jakarta (Lampost.co) -- Indonesian Corruption Watch (ICW) tak sepakat dengan pendapat Komisi III DPR yang menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap melakukan operasi tangkap tangan (OTT) recehan. Sementara, kasus lain dibiarkan mangkrak tak ada perkembangan.
Menurut Peneliti ICW Tama S Langkun, tidak ada yang namanya OTT recehan. Sebab hampir sebagian besar OTT berhubungan dengan suap yang dalam UU Tindak Pidana Korupsi tidak mengukur besaran kerugian negara.
Target ott KPK, kata Tama, umumnya menyasar ke penyelenggara negara, misalnya penegak hukum. Dalam Pasal 11 UU Tipikor, KPK bisa mengejar penegak hukum yang melakukan suap meskipun nilainya kecil.

"Jadi mau duitnya kecil atau besar, tidak bisa dikatakan receh. Karena posisi dia sebagai penegak hukum, itu yang jadi sasaran KPK. Menurut Saya UU KPK memang ke sana kecuali pelakunya anggota atau penyelenggara biasa baru dia akan bicara soal kerugian negara," kata Tama, dalam Metro Pagi Primetime, Rabu 13 September 2017.

Tama mengatakan dalam UU Tindak Pidana Korupsi ada 7 jenis perbuatan yang masing-masing diklasifikasi. Klasifikasi kerugian negara diatur sendiri dalam Pasal 2 dan Pasal 3, sedangkan soal suap ada dalam unsur.

Dia mencontohkan dalam persidangan. Tama mengaku belum pernah melihat unsur kerugian masuk pembuktian dalam persidangan. Yang ada hanya siapa pemberi dan penerima suap, pemberian janji berupa uang atau barang hingga terakhir bicara niat jahat.

Jika keempat hal tersebut terpenuhi, maka suap bisa diproses. Tetapi jika memang hal itu belum ideal, DPR bisa mengusulkannya ke KPK. Misalnya, tidak hanya mempertimbangkan obyek atau subyek yang diproses, tapi juga mempertimbangkan nilai suapnya.

"Tetapi poinnya dalam konteks nilai besar atau kecil dari suap itu tidak mempertimbangkan nilainya, yang dikejar adalah objek dan potensi uang negara yang bisa diselamatkan," jelasnya.
This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar